Memperingati Hari Santri 2019 - Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia


WARTASINTANG.COM - Peringatan Hari Santri ke-5 tahun 2019 dilakukan di Halaman Pondok Pesantren Darul Ma’arif Sintang pada Sabtu, 26 Oktober 2019. Dalam kegiatan ini Bupati Sintang Jarot Winarno menjadi inspektur upacara.

Sebagai informasi 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015. Penetapan ini tercetus dari ‘Revolusi Jihad’ yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Dalam upacara tersebut Bupati Sintang disambut drumb band dan ratusan santri. Jarot hadir menggunakan kain  sarung dan baju koko warna putih. Hadir juga dalam upacara tersebut, H. Usmandy anggota DPRD Provinsi Kalbar dari Partai Golkar, H Senen Maryono anggota DPRD Sintang dari Partai Amanat Nasional, pengurus dan pengajar di Pondok Pesantren.

“Sejak Hari Santri ditetapkan pada tahun 2015, kita selalu menyelenggarakan peringatan setiap tahunnya dengan tema yang berbeda,” ujar Jarot.

Pada tahun 2016 Hari Santri mengusung tema "Dari Pesantren untuk Indonesia". Tahun 2017 mengusung tema "Wajah Pesantren Wajah Indonesia". Tahun 2018 "Bersama Santri Damailah Negeri.” 

Sedangkan peringatan Hari Santri 2019 mengusung tema "Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia". Isu perdamaian diangkat berdasar fakta bahwa sejatinya pesantren adalah laboratorium perdamaian. Sebagai laboratorium perdamaian, pesantren merupakan tempat menyemai ajaran Islam rahmatanlilalamin, Islam ramah dan moderat dalam beragama. Sikap moderat dalam beragama sangat penting bagi masyarakat yang plural dan
multikultural. 

“Dengan cara seperti inilah keragaman dapat disikapi dengan bijak serta toleransi dan keadilan dapat terwujud. Semangat ajaran inilah yang dapat menginspirasi santri untuk berkontribusi merawat perdamaian dunia” terang Bupati Sintang.

Menurutnya Hari Santri Tahun 2019 ini terasa istimewa dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Dengan Undang-Undang tentang Pesantren ini memastikan bahwa pesantren tidak hanya mengembangkan fungsi pendidikan, tetapi juga mengembangkan fungsi dakwah dan fungsi pemberdayaan masyarakat. 

“Dengan Undang-Undang ini negara hadir untuk memberikan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi kepada pesantren dengan tetap menjaga kekhasan dan kemandiriannya. Dengan Undang-Undang ini pula tamatan pesantren memiliki hak yang sama dengan tamatan lembaga lainnya” tambah Jarot Winarno. (*)