wartasintang.com: Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang Yosepha Hasnah, memimpin Rapat Pengendalian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (Solar Bersubsidi) di Ruang Rapat Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang pada Rabu, (16/2/2022).
Yosepha Hasnah menyampaikan bahwa rapat secara khusus membahas draft Peraturan Bupati Sintang tentang Sub Penyalur Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan di Kabupaten Sintang.
“Kita juga dalam rangka menindaklanjuti dari Surat Gubernur Kalimantan Barat yang ditujukan ke Bupati dan Walikota Se Kalimantan Barat tentang Pengendalian Jenis BBM Tertentu (Solar Bersubsidi) tanggal 2 Februari 2022.
Sekda menuturkan rencana pengaturan penyaluran, satu SPBU akan menyalurkan solar ke berapa sub penyalur di daerah mana.
"Kita akan bahas pasal per pasal yang ada dalam Perbup ini. Kita akan batasi jumlah sub penyalur setiap kecamatan. Kita atur dengan baik,” terang Yosepha Hasnah.
Aleksander dari Bagian Hukum dan Hak Asasi Manusia menjelaskan bahwa Peraturan Bupati yang mengatur soal solar bersubsidi baru ada di Sanggau dan Kubu Raya saja.
“Perbup ini mengikuti Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015. Yang diatur dalam Perbup ini adalah ketersediaan dan penyaluran, penunjukan sub penyalur, perizinan, rekomendasi, pembelian dan harga jual, tanggungjawab sub penyalur, pengawasan dan sanksi serta lampiran,” terang Aleksander
Sebel Manik, Pelaksana Kepala Bagian Sumber Daya Manusia menyampaikan dasar pengaturan solar bersubsidi ini adalah adanya pembatasan pembelian Surat Keputusan Kepala BPH Migas RI Nomor 04/P3JBT/BPHMigas/Kom/2020 tanggal 11 Februari 2020 tentang pengendalian penyaluran jenis bahan bakar minyak tertentu oleh Badan Usaha Pelaksana Penugasan pada Konsumen Pengguna Transportasi Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang atau barang.
“Kendaraan pribadi roda 4 maksimal 60 liter per hari, kendaraan penumpang/barang roda 4 maksimal 80 liter per hari dan kendaraan penumpang/barang roda 6 maksimal 200 liter per hari,” terang Sebel Menaik
Pengaturan ini dilakukan, menurutnya dilatar belakangi oleh pengawasan penyalur solar di lapangan masih lemah, tingginya permintaan solar pasca menurunnya kasus covid-19 yang bersamaan menyangkut aktivitas industri dan ekspedisi, dan kenaikan harga minyak dunia.
"Dampak yang ditimbulkan adalah terjadinya penyelewengan penyaluran solar serta masyarakat dan konsumen pengguna kesulitan mendapatkan solar,” terang Sebel Manik. (*)