Rakor Penanganan PETI, Pemkab Sintang Akan Bersinergi Dengan Stakeholder Terkait.



WARTASINTANG.COM: Bupati Sintang yang diwakili Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang, Yustinus Jukardi, menghadiri Rapat Koordinasi Dalam Rangka membahas penanganan Penambangan Tanpa Ijin (PETI) di  Kabupaten Sintang di  Aula BKPM Polres Sintang pada Rabu, 21 April 2021. 

Rapat di pimpin oleh Wakapolres Sintang Kompol Alber Manurung. Rakor membahas persoalan PETI dari sisi hukum, sosial dan lingkungan.

Wakapolres Sintang Kompol Alber Manurung, menegaskan Kepolisian Daerah Kalbar tetap mengintensifkan operasi dan menindak tegas aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI).

"Ini sudah jadi atensi dari pimpinan Polri untuk dilaksanakan, karena aktivitasnya sudah meresahkan khususnya dengan ekosistem lingkungan serta kesehatan," ungkap Wakapolres Sintang.

Sementara Bupati Sintang, yang diwakili Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang, Yustinus Jukardi mengatakan dalam mengatasi masalah PETI di Sintang, Pemkab akan bersinergi bersama Forkopimda  serta stakeholder terkait.

"Ini jadi perhatian serius. Maka dari itu, ini menjadi atensi dari kita bersama Polri, TNI, DPRD, dan seluruh stakeholder yang ada di Kabupaten Sintang ini,” jelasnya.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang juga menambahkan Pemkab akan berupapaya mecari celah untuk membantu para penambang agar tidak menambang di sungai. 

"Namun untuk didarat kita akan mencoba dengan melakukan kajian tentang Pertambangan Rakyat. Hanya saja kendalanya  semua perijinan harus ke pusat," ungkap Yustinus.

Bahkan, lanjutnya Pemerintah Kabupaten Sintang, dua  tahun lalu secara tegas menolak rencana pembukaan areal pertambangan emas oleh  PT The Grand LJ Fulerton Sucessful di kawasan Hutan Lindung Bukit Tunggal dan Bukit Ringas Kecamatan Sepauk, yang dikabarkan telah mendapatkan izin dari Pemprov Kalbar.

Sementara terkait kemungkinan alasan bahwasanya PETI sebagai wadah untuk bertahan hidup, Yustinus menyebut hal tersebut tak bisa menjadi alasan untuk tak memperhatikan lingkungan.

"Tidak bisa juga dibenarkan, makanya ini jadi buah simalakama," imbuhnya. (phs)