wartasintang.com: keberagaman budaya yang ada di Sintang bukan hanya ada pada banyaknya suku bangsa yang tinggal di Sintang, hal ini tampak pula dalam internal suku itu sendiri. Kali ini, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Welbertus membagikan informasi mengenai kain adat di suku Dayak Desa.
“Kita pasti sudah tahu kain tenun, seperti yang dibuat di Ensaid Panjang. Nah untuk pakaian adat perempuan Dayak Desa, kain tenun itu harus dijahit jadi kain dulu sepanjang sampai kurang lebih setengah betis lalu dihias dengan tating, untaian manik-manik dengan ditambah keringcingan dan koin,” ungkap pria yang akrab disapa Bang Wel ini, Senin (1/8/2022).
Kain tating bagi masyakarat Dayak Subsuku Desa dikenal sebagai pakaian adat bagi perempuan. Dikenakan di pinggang menutupi hingga dibawah lutut atau setengah betis. Penggunaannya pada bagian pinggang ke atas hanya mengenakan kain kutang, atau bra yang ditutupi dengan untaian kalung termasuk juga mengenakan hiasan kepala berupa jamang dan lain-lainnya. Selain kain tating para perempuan Dayak Desa juga mengenakan kain bidang dan kain bulus sebagai pakaian adatnya.
Tating sendiri adalah hiasan yang berjuntai di kain tenun atau kain bulus, peruntukkannya untuk mempercantik tampilan kain. Perempuan Dayak Desa juga Sebaruk dan di daerah Ketungau mengenal ada 2 jenis kain, yaitu kain bidang dan kain bulus. Kain bidang adalah kain tenun ikat yang diberi warna dan motif aneka ragam. Kain bulus adalah kain tenun ikat polos, biasanya berwarna indigo atau hitam. Kain tating sendiri adalah kain bidang atau kain bulus yang diberi tating pada bagian bawah kain. tating dapat berupa rangkaian koin uang (namanya tating duit) atau rangkaian manik-manik dan keringcingan (namanya tating marik)
“Menurut kata orang tua, bunyi-bunyian meriah yang ditimbulkan tating itu dimaksudkan untuk menutupi suara burung atau suara hantu – utai (suara alam tertentu yang menimbulkan rasa takut). Orang Dayak dulu sangat memperhatikan suara-suara alam untuk menjadi petunjuk dalam aktivitas hidupnya, salah satunya adalah suara burung tertentu. Suara burung/antu ditutup atau terhalang oleh suara tating yang juga sering kali dibarengi dengan suara tawak atau gong dimaksudkan agar acara apapun yang sedang digelar dapat berlangsung dengan baik dan lancar,” tambah politisi PDI Perjuangan itu lagi. (*)