WARTASINTANG.COM - Penampilan berjalan di atas panggung anak-anak usia 4-6 tahun dalam acara Fashion Show di Panggung utama Pekan Gawai Dayak Sintang tahun 2019 di halaman Indoor Apang Semangai di komplek Stadion Baning Sintang, pada Jumat (12/07/2019).
Tampak hadir dalam acara ini, Ketua Panitia PGD Sintang 2019 Yustinus dan Bendahara PGD Sintang 2019 Banan.
Meski busana yang digunakan kelihatan ribet namun semangat dan keceriaan mereka menggunakan baju adat Dayak tidak surut. Beragam mahkota dengan berbagai ukuran berat tampak menghiasi kepala para peserta Lomba Peragaan Busana Adat Dayak PDG Sintang 2019. Ada dua kategori peserta, yang dikelompokkan berdasarkan usia, 4-6 tahun dan usia 7-11 tahun dengan pemisahan kategori yaitu kelompok putra dan putri.
"Kami pisahkan karna pesertanya agak banyak, ada 21 peserta," kata Meilinda selaku salah satu juri pada perlombaan ini. "Selain juara 1 sampai 3 kita juga memilih peserta dengan penampilan the best costume, the best catwalk dan penampilan favorite," tambah Pemenang Putri Indonesia Berbakat tahun 2015 itu.
Selain Kornelia Meilinda Betsyeba, panitia mendaulat Siska Noppy Netri menjadi juri pada ajang lomba ini. Juri lainnya, Yohanes salah seorang desainer yang ada di Sintang.
Pada perlombaan ini ada 3 aspek yang dinilai, busana, tata rias dan catwalk. Pada kategori usia 4-6 tahun, Lovera Livi menjadi juara pertama. Tempat kedua ada Evelyn Christy Effendy. Sedang posisi ketiga diraih oleh Ardelia Permata Elim. The best costume, Meisly Tri Astika Putri dan the catwalk diraih oleh Olivia Zahara Syaila. Sebagai pilihan favorit diperoleh Aufar.
Eligia Ernawati, salah satu orang tua peserta fashion show ini merasa sangat senang dengan adanya kompetisi ini. Menurutnya, ini wadah positif untuk menyalurkan bakat anak perempuannya.
"Kami berusaha semampu kamilah ya, mendukung minat dan bakat anak, misallah kami sampai sewa baju adat ke Pontianak lalu kami juga menemani anak sepanjang waktu perlombaan," kata Eli. "Ada satu lagi yang kami harapkan ada di Sintang ini, semoga segera adalah sekolah modeling agar kami ini punya wadah untuk mereka belajar lebih baik, selama ini anak kami hanya bergaya senaturalnya saja belum pandai membawa diri," tambahnya.
Tim Humas PGD Sintang juga berkesempatan berbincang dengan salah seorang guru sejarah, menarik mendengar pendapat beliau bahwa kegiatan fashion show merupakan bentuk materi pembelajaran sejarah. Busana adat adalah bentuk sejarah yang bisa dilihat (tangible).
"Lewat motif, asesoris pada baju adat, kita bisa melihat keanekaragaman tiap sub-sub suku yang ada di Sintang," kata Melky Yulius. "Busana itukan salah satu bentuk identitas yang sangat penting ya," tambah lulusan Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta itu.
Melky menyebutkan bahwa kegiatan fashion show menjadi penting dalam proses pendidikan sejarah untuk menjadi alat menumbuhkan rasa cinta tanah air.
"Busana daerah itu bisa menjadi ikon daerah lho," kata Melky. "Hanya saja memang acara dan materi busana tradisional ini belum bisa kita jadikan sebagai sarana belajar di sekolah karna masih terbatas sarana dan SDM yang mengerjakan," pungkas guru di SMAN 1 Kayan Hulu itu lagi.
Tampak hadir dalam acara ini, Ketua Panitia PGD Sintang 2019 Yustinus dan Bendahara PGD Sintang 2019 Banan.
Meski busana yang digunakan kelihatan ribet namun semangat dan keceriaan mereka menggunakan baju adat Dayak tidak surut. Beragam mahkota dengan berbagai ukuran berat tampak menghiasi kepala para peserta Lomba Peragaan Busana Adat Dayak PDG Sintang 2019. Ada dua kategori peserta, yang dikelompokkan berdasarkan usia, 4-6 tahun dan usia 7-11 tahun dengan pemisahan kategori yaitu kelompok putra dan putri.
"Kami pisahkan karna pesertanya agak banyak, ada 21 peserta," kata Meilinda selaku salah satu juri pada perlombaan ini. "Selain juara 1 sampai 3 kita juga memilih peserta dengan penampilan the best costume, the best catwalk dan penampilan favorite," tambah Pemenang Putri Indonesia Berbakat tahun 2015 itu.
Selain Kornelia Meilinda Betsyeba, panitia mendaulat Siska Noppy Netri menjadi juri pada ajang lomba ini. Juri lainnya, Yohanes salah seorang desainer yang ada di Sintang.
Pada perlombaan ini ada 3 aspek yang dinilai, busana, tata rias dan catwalk. Pada kategori usia 4-6 tahun, Lovera Livi menjadi juara pertama. Tempat kedua ada Evelyn Christy Effendy. Sedang posisi ketiga diraih oleh Ardelia Permata Elim. The best costume, Meisly Tri Astika Putri dan the catwalk diraih oleh Olivia Zahara Syaila. Sebagai pilihan favorit diperoleh Aufar.
Eligia Ernawati, salah satu orang tua peserta fashion show ini merasa sangat senang dengan adanya kompetisi ini. Menurutnya, ini wadah positif untuk menyalurkan bakat anak perempuannya.
"Kami berusaha semampu kamilah ya, mendukung minat dan bakat anak, misallah kami sampai sewa baju adat ke Pontianak lalu kami juga menemani anak sepanjang waktu perlombaan," kata Eli. "Ada satu lagi yang kami harapkan ada di Sintang ini, semoga segera adalah sekolah modeling agar kami ini punya wadah untuk mereka belajar lebih baik, selama ini anak kami hanya bergaya senaturalnya saja belum pandai membawa diri," tambahnya.
Tim Humas PGD Sintang juga berkesempatan berbincang dengan salah seorang guru sejarah, menarik mendengar pendapat beliau bahwa kegiatan fashion show merupakan bentuk materi pembelajaran sejarah. Busana adat adalah bentuk sejarah yang bisa dilihat (tangible).
"Lewat motif, asesoris pada baju adat, kita bisa melihat keanekaragaman tiap sub-sub suku yang ada di Sintang," kata Melky Yulius. "Busana itukan salah satu bentuk identitas yang sangat penting ya," tambah lulusan Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta itu.
Melky menyebutkan bahwa kegiatan fashion show menjadi penting dalam proses pendidikan sejarah untuk menjadi alat menumbuhkan rasa cinta tanah air.
"Busana daerah itu bisa menjadi ikon daerah lho," kata Melky. "Hanya saja memang acara dan materi busana tradisional ini belum bisa kita jadikan sebagai sarana belajar di sekolah karna masih terbatas sarana dan SDM yang mengerjakan," pungkas guru di SMAN 1 Kayan Hulu itu lagi.