Jarot Winarno Hadiri Konfrensi Transfer Fiskal Ekologis

WARTASINTANG.COM - Bupati Sintang dr. H. Jarot Winarno, M.Med.PH menghadiri sekaligus menjadi pembicara dalam acara Konferensi Transfer Fiskal Ekologis di Auditarium Lt. 2 Perpusatakaan Nasional RI Jalan Medan Merdeka Selatatan, Jakarta Pusat, Kamis (01/08/2019).

Hadir juga sebagai pembicara dalam acara tersebut Dirjen DJPK Kemenkeu, Plt Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Dirjen Konservasi SDA dan Ekosistem, Bupati Luwu Utara, Bupati Berau, Bupati Aceh Tengah, Bupati Sorong Selatan, FEB Universitas  Indonesia dan FPIK Institut Pertanian Bogor serta Wakil Bupati Kapuas Hulu Kalimantan Barat Antonius L. Ain Pamero.

Acara yang dilaksanakan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia(AIPI) turut dibuka langsung oleh Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati sekaligus menjadi pembicara kunci bersama Gubernur Papua Barat.

Kegiatan ini merupakan penyampaikan hasil penelitian dan rekomendasi pengalokasian Dana Alokasi Umum(DAU) dimasa mendatang yang lebih adil berdasarkan kinerja menjaga hutan, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan fiskal pemerintah daerah kaya hutan, oleh World Resources Institute(WRI) Indonesia yang merupakan suatu lembaga penelitian independen untuk isu-isu pembangunan berkelanjutan, termasuk pendanaan publik di daerah guna perlindungan dan pemulihan sumber daya alam dan ekosistem, yang bekerjasama dengan AIPI melalui Akademi Ilmuwan Muda Indonesia(ALMI) yang beranggotakan para ilmuwan muda terbaik Indonesia.

Ketua AIPI Satyo Soemantri Brodjonegoro mengatakan wacana dan upaya mengusulkan tutupan hutan sebagai salah satu indikator penghitungan Dana Alokasi Umum(DAU) telah bergulir sejak 2012. Perkembangan terbaru adalah aspirasi para Bupati dan Walikota seluruh Provinsi Papua Barat, bersama Gubernur Papua Barat menandatangani “Aspirasi Teminabuan” pada April 2019 lalu, yang mengusulkan mekanisme baru DAU menggunakan indikator tutupan hutan, karena menjaga hutan bukanlah perkara mudah dan murah.

“Biaya yang timbul baik secara langsung maupun tidak langsung, berupa kehilangan kesempatan untuk pengusahaan dan pemanfaatan ekonomi dari hutan mestinya didukung dalam bentuk insentif yang tepat dan memadai untuk mendorong perlindungan dan pemulihan hutan secara berkelanjutan”, jelas Satyo.

Kemudian tambah Satyo, salah satu kemungkinan wujud insentif yang nyata adalah tambahan DAU bagi daerah kaya hutan dan tambahan DAU tersebut dapat didasarkan pada luas tutupan hutan dari daerah bersangkutan dan diberikan tiap tahun berdasarkan tingkat tutupan hutan yang ada.

Sementara itu di hadapan para tamu yang hadir, Bupati Sintang Jarot Winarno mengatakan bahwa memang benar kalau seluruh daerah kekurangan dana anggaran dalam menjaga hutan termasuk di Kabupaten Sintang, bahkan kekurangan anggaran itu juga dalam segala bidang, bukan hanya menjaga hutan saja tapi semuanya. Namun selain problem tersebut menurut Jarot, yang menjadi problem utama juga dalam mengelola hutan adalah konsep atau cara berpikir, sehingga diperlukan pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable development.

“Buat kita yang namanya sustainable itu kalau kita bisa menyeimbangkan antara konservasi, pertumbuhan ekonomi dan pengakuan terhadap adat istiadat serta pembangunan sosial budaya, jadi hutan yang kita miliki bukan menjadi beban, tetapi hutan itu kekayaan yang harus kita kelola”, papar Jarot.

Jarot pun tak memungkiri bahwa tidak mungkin menjaga hutan itu hanya pemerintah sendirian saja, memerlukan insentif juga iya, tapi menurutnya insentif itu tidak harus dana DAU, namun insentif itu juga bisa sebuah kolaborasi atau kerjasama.

"Kalau di Sintang kita berterimakasi kepasa NGO, kemudian masyarakat sipilnya secara sengaja kita perkuat untuk menjaga kawasan hutan juga. Yang paling penting sekarang ini memang dengan instansi vertikal kita koordinasinya, dengan pemerintah provinsi yang punya kewenangan untuk mengelola sebagian hutannya, dengan pemerintah pusat juga tetapi horisontal", ujar Jarot.

"Oleh karenanya, Kabupaten Sintang saat ini tergabung dalam suatu platform yang di sebut dengan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) yang di dalamnya ada sekitar 10 Kabupaten di Indonesia yang berkomitmen mewujudkan  pembangunan yang berkelanjutan atau  sustainable development", kata Jarot.

“Dalam penerapan pembangunan yang berkelanjutan melalui hutan yang kita miliki bukan menjadi beban tentu itu merupakan kekayaan yang harus dikelola, jadi sustainable adalah berusaha memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya”, ujar Jarot.

Kemudian Jarot menyampaikan bawah Kabupaten Sintang memiliki luas wilayah sekitar 21.600 kilometer persegi, yang merupakan seluas Provinsi Jawa Barat, dimana 60% nya kawasan hutan atau 1,2 juta hektar hutan, kemudian sisanya Areal Penggunaan lain(APL) itu penuh dengan karet, sawit dan lada.

"Selain itu juga saat ini di Kabupaten Sintang mengembangkan potensi tanaman teh dataran rendah yang sedang dalam tahap uji coba, dan masih banyak potensi-potensi daerah lainnya yang terus digali dan dikembangkan serta juga pengembangan dari ekonomi ekstraktif ke ekonomi kreatif", tutup Jarot.